Senin, 22 Desember 2014

Peningkatan Peran Serta Pemuda Dalam Pengelolaan Coorporate Social Responsibiity (CSR)

Dalam konstitusi Indonesia mengenai paradigma ekonomi kesejahteraan termaktub  dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”, dan Pasal 34 Ayat (4) UUD 1945 : “perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional” merupakan penegasan konstitusional bahwa setiap perusahaan yang melakukan aktivitasnya di Indonesia harus memberikan dampak positif terhadap masyarakat, terutama dalam upaya peningkatan kesejahteraan, menurunkan angka pengangguran, dan pengurangan kemiskinan.
Dengan demikian, perusahaan bukanlah entitas yang berdiri sendiri yang terpisah atau eksklusif dari lingkungan masyarakat, melainkan sebuah entitas badan hukum (recht person) yang wajib melakukan adaptasi sosio kultural dengan lingkungan dimana ia berada, serta dapat dimintai pertanggungjawaban layaknya subyek hukum pada umumnya. Tanggung jawab sosial perusahaan demikian di atas dikenal Coorporate Social Responsiblity (CSR) yang dilaksanakan tidak saja bersifat sukarela (voluntary) tetapi merupakan keharusan sebagaimana paradigma konstitusi Indonesia yang menganut Negara Kesejahteraan (welfare state).
Namun fakta lain, masih terdapat perusahaan yang masih memiliki paradigma dunia industri yang masih sekedar berorientasi mengejar keuntungan (profit orientate)  yang bersifat eksklusif dari lingkungan masyarakatnya. Demikian ini pernah dipertegas oleh hasil riset Caroliyn Marr yang diungkapkan dalam bahasa yang paradoks yaitu: Indonesia yang kaya dan Indonesia juga miskin (Indonesia of fabulously rich and Indonesia is desperately poor). Sebagaimana dikutip dari karya Dr. Busyra Azhery, SH. MH dalam bukunya Corporate Social Responsibility, dari Voluntary Menjadi Mandatory (Terbit 2011) dinyatakan bahwa paradigma perusahaan menerapkan CSR belum sepenuhnya terbukti pada hasil survey yang dilakukan Suprapto & Siti Adipringadi Adiwoso pada tahun 2005 terhadap 375 perusahaan di Jakarta yang menunjukkan bahwa 166 (44,27 %) perusahaan menyatakan tidak melakukan kegiatan CSR dan 209 (55,75 %) yang melakukan CSR. Sedangkan bentuk CSR yang dilakukan berupa: (1) Kegiatan Kekeluargaan (116 perusahaan), (2) Sumbangan Pada Lembaga Agama (50 perusahaan), (3) Sumbangan Pada Yayasan Sosial, dan (4) Pengembangan Komunitas. Survey ini juga mengungkapkan bahwa CSR yang dilakukan oleh perusahaan amat tergantung pada keinginan dari pihak manajemen perusahaan.

Dalam konteks inilah maka CSR bukanlah sekedar pada kedermawanan (philanthropy) dan kemurahan hati (charity) dunia usaha, tetapi sebagai bentuk “kewajiban sebagai tanggungjawab sosial” dari perusahaan. Pemuda sebagai elemen masyarakat yang diharapkan memiliki “energi” sebagai agen perubahan masyarakat dituntut untuk berpartisipasi aktif memberikan sumbangsihnya menjadi pelopor yang menjembatani pentingnya apsirasi kebutuhan masyarakat dan pihak dunia usaha dalam pengelolaan CSR demi keseimbangan lingkungan baik fisik dan non fisik serta terjaganya pembangunan yang tidak eksploitatif tetapi pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development)untuk generasi mendatang. Untuk kepentingan itulah, diha rapkan kepada seluruh Instansi pemerintah baik pusat ataupun daerah untuk gencar merelokasikan dana CSR tersebut ke daerah ataupun menyelenggarakan kegiatan yang berbasis pemberdayaan masyarakatdengan harapan dapat membekali pemuda Jakarta menjadi “corong” aspirasi pembangunan dalam kehidupan sosial serta menanamkan kepedulian untuk menjadi volunteer yang bertanggungjawab dan berdedikasi bagi lingkungannya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar