Rabu, 31 Desember 2014

Refleksi Diri dan Harapan Menuju 2015


Tak terasa pergantian tahun tinggal menunggu waktu, banyak keberhasilan yang diraih, banyak peluang dijadikan sebagai momentum kebangkitan diri dan alhamdulillah semuanya hampir tercapai.

Untuk persoalan hati, untuk tahun ini tak ada kendala berjalan sesuai dengan seperti yang sudah-sudah, namun ada sekidikt kerikil kecil yang lumayan mempengaruhi relasi yang dibangun empat tahun lalu, dan untuk kedepan semoga semua rencana yang telah direncanakan ini berhasil disertai dengan kedua orang tua dan tentunya ridho Tuhan sang maha pencipta. Karena persoalan hati alias cinta ini sangat penting untuk mengeluarkan diri dari rasa takut (Jampolsky), bukan sebagai cinta sentimental yang sekedar bisa dinikmati melalui lamunan ((Erich Fromm) atau sekedar untuk memuaskan nafsu libido ((Rollo May), akan tetapi cinta yang dimaksud untuk tahun-tahun yang akan datang adalah cinta yang saling membutuhkan pengetahuan, kesetiaan, dan sebuah usaha.

Mengenai pendidikan juga sungguh luar biasa berjalan dengan sangat baik meskipun ada beberapa hal yang membuat saya harus mengulang dan akhirnya sudah selesai di semester kemarin, jam terbang dalam dunia organisasi juga lumayan tinggi dan akhirnya memberikan peluang yang sebesar-besarnya untuk saya meskipun terdapat sedikit kepahitan dalam menjalaninya karena saya yakin juga itu adalah proses pematangan berfikir menjadi lebih arif, bijaksana serta demokratis, dan untuk tahun depan semoga ini menjadi lebih baik lagi baik dalam hal pendidikan, dunia organisasi ataupaun dalam dunia karir selanjutnya. So yang pasti yang utama dan paling utama adalah target bulan Mei Tugas Akhir/Skripsi harus kelar dan bisa lanjutin studi ke jenjang berikutnya dengan tanpa biaya lagi, aaamiiin!!!

Untuk kedua orang tuaku, untuk saat ini saya masih membutuhkan dukunganmu terutama daalam hal doamu untuk keseuksesanku karena setiap langkah ini meyakini bahwa engkaulah orang yang menjadi media Tuhan dalam menyarankan hal-hal terbaik yang perlu di lakukan, dan semoga kedua orang tuaku masih hidup ketika saya menempuh semua yang engkau harapkan dariku.
Untuk hal-hal lain yang belom dicantumkan semoga bisa berjalan dengan baik tanpa ada halangan, karena saya yakin Tuhan selalu mengizinkan dan meridhoi setiap langkahku, baik rencana ataupun cara-cara yang akan saya lakukan di tahun lalu maupun yang akan datang.

Jakarta, 31 Desember 2014 pukul 23.30 WIB
Selamat tahun baru 2015 untuk semuanya..

Senin, 29 Desember 2014

PRINSIP MERARIK PADA SUKU SASAK LOMBOK

Lombok dikenal sebagai daerah yang kaya akan wisata alamnya dan tak heran akhir-akhir ini menjadi idaman para turis domestik maupun asing untuk mengisi liburannya. Lombok merupakan salah satu pulau yang terdapat di kawasan provinsi NTB yang terletak di timurnya provinsi Bali, daerah Lombok ini memiliki luas mencapai 5.435 km² yang dihuni sekitar 80% masyarakat setempat yang dikenal dengan suku Sasak, dan sisanya dihuni oleh Orang Bali, Jawa, Tionghoa, dan Arab. Sedangkan untuk masalah agama, daerah Lombok dikenal sangat fanatik dengan agama Islam dengan jumlah penganut sekitar 93% sedangkan sisanya penganut agama Hindu, Kristen, dan Buddha.
Mengenai kebudayaan masyarakat Lombok hampir mirip dengan Bali karena apa yang menjadi budaya di masyarakat Bali ada juga di pulau Lombok, hal ini dipengaruhi oleh kekuasaan Bali terhadap Lombok di era tempo dulu. Disamping itu juga di pulau ini anda juga bisa menemukan masyarakat Bali beserta ornamen tempat ibadahnya di berbagai daerah Lombok terutama di kawasan Kota mataram.
Di pulau Lombok anda akan menemukan berbagai budaya yang menarik untuk anda ketahui, salah satunya adalah tradisi “Merarik” tradisi ini adalah sebutan untuk istilah pernikahan oleh masyarakat setempat. Secara etimologis kata merari’ diambil dari kata “lari”, berlari. Merari’an berarti “melai’ang” yang artinya melarikan, merari’ merupakan tradisi masyarakat suku Sasak yang berada di Lombok yang sangat identik dengan “kawin lari”. Kawin lari disni bukan berarti menikah tanpa adanya tanggung jawab dari seorang laki-laki, melainkan merari’ dengan metode kawin lari ini adalah suatu kebanggan tersendiri bagi kaum laki-laki (mame) pada masyarakat Lombok terutama suku Sasak. Tradisi merari’ merupakan salah satu cara pernikahan yang paling sering digunakan oleh masyarakat setempat, karena cara ini dianggap terhormat bagi kaum Adam masyarakat setempat.
Secara terminologis, merari’ diartikan sebagai proses menculik gadis atau calon mempelai yang hendak dinikahi dengan alasan untuk menjaga kehormatan calon istri yang akan dinikahi, untuk waktu penculikan terlebih dahulu seorang laki-laki (mame) mencari hari dan bulan yang baik dan tepat untuk dilakukan. Agar tidak salah persepsi, ketika calon perempuan yang telah diculik itu kemudian ditempatkan dirumah kerabat calon mempelai laki-laki setelah beberapa waktu (jam, hari, dan minggu) calon mempelai wanita yang diculik itu dibawa kerumah calon mempelai laki-laki (mame).
Lalu kapan sih tradisi ini muncul di masyarakat adat suku Sasak? Mengenai kemunculan tradisi ini tidak ada yang tau pasti karena sumber tertulis mengenai tradisi ini sangat minim, namun paling tidak terdapat dua asumsi yang paling mengemuka yaitu dari tokoh adat suku Sasak, Lalu Azhar (mantan wagub NTB) menyatakan bahwa tradisi merari’ ini merupakan tradisi lokal yang orisinal alias asli dari masyarakat stempat, lebih lanjut lagi bahwa tradisi ini sudah ada sebelum Bali dan Belanda menguasai Lombok.  Kedua, dari hasil penelitian ilmuan Belanda yang bernama Niewenhuyzen, menurutnya sebagian besar adat suku Sasak memiliki kesamaan dengan adat suku bali namun adat yang selama ini dikenal dengan “merarik” adalah adat suku Sasak yang sebenarnya.
Dari pihak keluarga gadis yang merasa kehilangan, mereka melaporkan kepada kepala kampung atau kepala desa, proses ini disebut mesejati. Pihak lelaki memberi kabar atau nyelabar pada keluarga gadis bahwa anak gadisnya kawin lari. Urusan ini telah menjadi urusan desa, maka kepala desa mempelai laki-laki akan turun tangan memberitahu kepala desa pihak wanita, yang selanjutnya disampaikan kepada keluarga mempelai wanita.

Prinsip Dasar Merarik (Nikah) Adat Suku Sasak
Menurut hasil disertasi M Nur Yasin tentang budaya merarik suku Sasak menyebutkan bahwa prinsip dasar pernikahan (merari’) di pulau Lombok dibagi menjadi empat bagian, yaitu;
1.        Prestise Bagi Keluarga Perempuan, Kawin lari (merari’) diyakini sebagai bentuk penghormatan atas harkat dan martabat keluarga besar perempuan (nine), gadis yang menikah dengan cara diculik tersebut tidak dianggap sebagai pelecehan sepihak dari keluarga laki-laki. Bahkan jika ada perkawinan seorang perempuan tanpa melaui penculikan (merari’/kawin lari) maka keluarga besar perempuan tersbut dianggap terhina. Asumsi ini sangat mengakar kuat dalam struktur masyarakat Lombok.
2.        Superioritas Lelaki dan Inferioritas Perempuan, Hal yang tak dipungkiri dan dihindarkan dari merari’ (kawin lari) adalah kaum lelaki mampu menguasai dan mampu menjinakkan kondisi sosial psikologis calon istri entah itu dengan dasar suka sama suka ataupun telah direncanakan sebelumnya sehingga dengan kondisi demikian menggambarkan inferioritas kaum perempuan atas segala tindakan yang dilakukan kaum laki-laki.
3.        Egalitarianisme (Menimbulkan Rasa Kebersamaan), Dengan adanya kawin lari (merari’) ini akan memberikan kontribusi yang positif kepada kedua belah pihak, kebersamaan dari kedua keluarga besar akan melibatkan komunitas besar bagi suatu masyarakat setempat dan akan terjadi pertukaran budaya. Dalam implementasi tradisi kawin lari ini terkadang juga tidak selalu berakhir dengan manis, adakalanya kawin lari (merari’) tersebut berakhir dengan pembatalan, biasanya pembatalan ini disebut “belas” dan terjadi karena tidak ada kesepakatan antara kedua belah pihak.
4.        Komersial, dengan terjadinya kawin lari (merari’) ini hampir berkelanjutan ke proses tawar menawar “Pisuke”, istilah ini diartikan sebagai proses negoisasi yang kental dengan bisnis, umumnya alasan yang selalu muncul dari pihak perempuan adalah adanya indikasi kuat bahwa seorang ayah telah membesarkan anaknya dengan segelintir dana besar sehingga muncul sikap orang tua perempuan untuk meminta ganti rugi dalam proses membesarkan anaknya kepada calon menantunya (laki-laki).  Jika semakin tinggi tingkat pendidikan dan tingkat sosial anak dan orang tua seseorang maka semakin besar pula nilai ekonomis yang ditawarkan. Akan tetapi komersialisasi akibat kawin lari (merari’) ini akan melemah jika diantara calon suami/istri berasal dari luar suku Sasak, hal ini disebabkan oleh adanya dialog peradaban, adat dan budaya antara nilai yang menjadi pedoman orang suku Sasak dan pedoman orang luar suku Sasak.
Dampak Positif dan Negatifnya Tradisi Merari’ (Kawin Lari)
Salah satu nilai positif  yang paling mendasar dari adanya tradisi merari’ pada masyarakat suku Sasak Lombok adalah adanya sikap heroik (kepahlawanan) bagi kaum laki-laki, sehingga dengan demikian tradisi ini sangat dipertahankan oleh masyarakat setempat.
Sedangkan nilai negatif bagi kaum perempuan (nine) dari tradisi merari’ ini adalah munculnya asumsi yang mengatakan ja’ ne lalo tebait si’ semamene (suatu saat akan meninggalkan orang tua karena akan diambil dan dimiliki oleh suaminya). Begitupula dengan tradisi perkawinan yang terjadi pada masyarakat suku Sasak, posisi seorang perempuan (nine) itu diasumsikan sebagai barang dagangan yang harus dipromosikan, artinya dengan peristiwa penculikan/kawin lari (merari’) tersebut selanjutnya akan dialnjutkan dengan proses tawar-menawar uang “Pisuke” (jaminan).
Berdasarkan penuturan akademisi IAN Mataram, dalam peristiwa merari’ ini terdapat sembilan superioritas kaum laki-laki sebagai suami terhadap kaum perempuan sebagai istri, superioritas tersebut antara lain;
1.      Adanya sikap otoriter suami dalam menentukan setiap keputusan keluarga.
2.      Pekerjaan domestik hanya dilakukan oleh istri, misalnya nyapu, masak, dll. Jika pekerjaan domestik ini dilakukan oleh laki-laki maka perempuan dianggap melannggar adat karena merendahkan derajat kaum lelaki, oleh sebab itu pekerjaan domestik ini sangat tabu jika dikerjakan kaum laki-laki.
3.      Jika seorang istri adalah perempuan karier maka ia juga diharuskan mengerjakan tugas domestik tersebut sehingga terkadang seorang perempuan memiliki peran ganda dalam keluarga.
4.      Adanya praktek kawin cerai yang akut dan cukup besar.
5.      Jika seandainya perkawinan campuran terjadinya, misalnya kaum pribumi (petani, buruh, nelayan) menikah dengan perempuan yang berasal dari keluarga bangsawan (gelar bangsawan masyarakat suku Sasak adalah Lalu/Baiq) maka keturunannya tidak boleh menampilkan gelar itu, jika sebaliknya lelaki berasal dari kaum bangsawan dan istrinya dari kaum non bangsawan maka keturunanya boleh ditampilkan gelar kebangsawanan tersebut.
6.      Nilai perkawinan itu akan ternodai jika dikaitkan dengan pelunasan uang “Pisuke” (jaminan)
7.      Jika terjadi perceraian maka seorang istrilah yang meninggalkan rumah yang ditempati ketika masih berkeluarga tanpa menikmati nafkah selama masa iddah, kecuali jika dalam perkawinan nyerah hukum atau nyerah mayung sebungkul.
8.      Tidak adanya pembagian harta gono gini.
9.      Peluang poligami sangat tinggi bila dibanding dengan masyarakat suku lain.

Sumber;
Yasin. M Nur. 2006.  “Kontekstualisasi Doktrin Tradisional di Tengah Modernisasi Hukum Nasional: Studi tentang Kawin Lari (Merari’) di Pulau Lombok, Jurnal Istinbath No. I Vol. IV Desember 2006, h. 73-75.
Zuhdi. M. Harfin, Teradisi Merari’: Akulturasi Islam dan Budaya Lokal, Tersedia di http://imsakjakarta.wordpress.com.
Fath. Zakaria. 1998. Mozaik Budaya Orang Mataram,. Mataram: Yayasan Sumurmas Al-Hamidy. (hal. 10-11)
Dulangl. Gede Suparman. 1995. Perkawinan. Mataram: Lembaga Pembakuan dan Penyebaran Adat Sasak.
Tata, Titi. 1988. Adat Perkawinan Sasak, Kepembayunan Lan Candrasengkala. Mataram: Lembaga Pembukuan dan Penyebaran Adat Sasak Mataram Lombok.

PENTINGNYA BELAJAR MENDALAMI ILMU EKONOMI

Semenjak manusia pertama “Adam dan Hawa” diturunkan ke bumi dibekali dengan akal dan pikiran, dengan akal pikiran inilah manusia selalu membutuhkan apa yang diinginkan, baik kebutuhan jasmani ataupun rohaninya. Di awal keberadaan Adam dan Hawa di Bumi (mungkin) segala kebutuhannya sangat terpenuhi, namun sejalan dengan beriringan waktu dan perkembangan dunia saat ini kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan manusia agak terbatas terutama dalam pemenuhan jasmaninya, hal ini disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara ketersediaan kebutuhan dengan barang/produk pemuas kebutuhan tersebut. Persoalan-persoalan keterbatasan inilah yang menjadi bahan pembahasan mendasar  dalam ilmu ekonomi, secara umum ilmu ekonomi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang cara mengolah barang (produk/jasa) pemuas kebutuhan agar para penikmat barang (konsumen) tersebut terpenuhi.
Pemikiran tentang perekonomian sebenarnya sudah terlihat berabad-abad tahun lalu, misalnya ketika arab kuno hingga kelahiran nabi bahkan ketika zaman nabi Muhammad SAW berlangsung, perekonomian masyarakat sangat pesat hal ini bisa disaksikan di berbagai aspek kehidupan terutama dalam dunia niaga. Namun seiring perkembangan waktu kemunduran Islam mulai terlihat, situasi ini dimanfaatkan masyarakat Eropa menuju kejayaannya (Renaisance) yang ditandai dengan lahirnya tokoh-tokoh pemikir dibidang ekonomi seperti Adam Smith, John Maynard Keynes, David Ricardo, Joan Violet Robinson, dan masih banyak lainnya. Diantara tokoh-tokoh tersebut tentunya yang paling fenomenal adalah “Adam Smith” dengan karangannya tentang perekonomian yang berjudul “The Nation Of Wealth”, dalam buku tersebut menjelaskan bahwa untuk mencapai suatu keseimbangan pasar (equilibrum) maka tidak diperlukan adanya campur tangan pemerintah, jika pemerintah dibiarkan turun ikut campur tangan maka dalam suatu negara akan terjadi sebuah distorsi yang menyebabkan ketidakseimbangan dan ketidakefisiensi pada perekonomiannya.
Namun beberapa tahun kemudian ketika terjadi “Great Depression” di dunia terutama di daratan Amerika Serikat, teori Adam Smith ini mulai terbantahkan karena perekonomian mengalami kelesuan sehingga dengan proses yang alami masyarakat bereaksi dengan cenderung menahan uangnya secara berlebihan. Hal ini menurut Keynes menyebabkan perputaran uang berhenti dan siklus ekonomi pun lumpuh total. Oleh sebab itu menurut Keynes, diperlukan adanya campur tangan pemerintah untuk mengendalikan sistem perekonomian tersebut.
Pentingnya Belajar Ekonomi
Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi terhadap barang dan jasa. Istilah "ekonomi" sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu οἶκος (oikos) yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan νόμος (nomos) yang berarti "peraturan, aturan, hukum". Secara garis besar, ekonomi diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga." Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja.
Dengan semakin berkembangnya zaman maka timbullah berbagai permasalahan termasuk dalam bidang ekonomi. Salah satu sumber permasalahan yang umum ditemukan adalah terkait dengan keterbatasan barang, pilihan, dan biaya pengorbanan/kesempatan. Dari ketiga permasalahan tersebut dapat disimpulkan bahwa ekonomi sangatlah penting untuk dipelajari, apalagi jika dikaitkan dengan kemajuan tekhnologi untuk itu ilmu ekonomi sangat urgen untuk dipelajari dan dipahami agar permasalahan-permasalahan tersebut bisa ditanggulangi sebaik mungkin. Lebih jelas berikut beberapa manfaat kongkrit dalam mempelajari ekonomi;
1.      Sebagai pengatur kebutuhan ekonomi manusia.
2.      Berperan dalam meningkatkan pemerataan taraf hidup SDM
3.      Berperan penting dalam mengatur prinsip kebutuhan pokok sosial/ masyarakat.
4.      Mampu melatih seseorang untuk berjiwa sosial dan bersifat teliti (cermat) serta ekonomis.
5.      Dapat melatih seseorang agar mampu mengatur atau mengelola nilai nominal dengan baik dan bijak.
6.      Dapat melatih seseorang untuk mandiri dalam berwirausaha dan mengelola kebutuhanya.

Dari berbagai sumber  

Sabtu, 27 Desember 2014

VISI DAN URGENSI ORGANISASI SOSIAL KEAGAMAAN BAGI UMAT DALAM FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (FKUB)

Toleransi adalah sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat, indikatornya adalah adanya sikap saling menghormati dan menerima keberadaan umat beragama lain, Saling mengerti kebutuhan umat beragama, Saling percaya dan tidak saling mencurigai antarumat beragama, Ada kemauan untuk tumbuh dan berkembang bersama, Rela berkorban untuk kebaikan bersama, Mau mengedepankan nilai-nilai ajaran universal agama, dan Tidak mencampuri wilayah teologis dengan tolok ukur agama lain.
Sedangkan kerukunan antar umat beraga itu adalah Keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam NKRI berdasarkan pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.(Sumber: Perber Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 Kemendagri dan Menteri Agama). Namun dibalik kondisi kerukunan antar umat beragama tersebut pasti ada konflik, perseteruan antar pemeluk agama yang terjadi karena masing-masing pihak mempertajam perbedaan prinsip yang melekat pada ajaran masing-masing agamanya. Untuk lebih jelasnya berikut pembahasan mengenai perseteruan agama yang dan penyebabnya
1.         Konflik intern Agama disebabkan oleh karena adanya perbedaan paham dan mazhab
2.         Konflik antar agama disebabkan oleh adanya anggapan bahwa agamanya sendiri sebagai satu-satunya pemilik kebenaran dan agama lain tidak. Sehingga banyak orang yang mengatasnamakan agama untuk merusak keharmonisan dan kelanggengan hidup sosial.
3.         Penistaan agama, disebabkan oleh adanya penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama.

Dengan adanya perseteruan-perseteruan ini menyebabkan kerugian tersendiri terhadap toleransi dan plurasisme Negara Indonesia. Sehingga dalam penyampaian makalahnya, pemateri lebih lanjut lagi menyinggung dampak-dampak negatif yang ditimbulkan oleh adanya perseteruan Agama, misalnya;
a.              Akan Menghambat kerjasama Antar Umat Beragama, sejatinya memang konflik langsung atau tidak langsung akan berdampak buruk terhadap kerjasama yang sedang dijalin oleh kedua belah pihak ataupun kerjasama yang akan direncanakan diadakan antara kedua belah pihak antar umat beragama.
b.             Apriori, dengan adanya pemahaman yang selalu berapriori terhadap "lawan". Terkadang kita tidak meneliti benar tidaknya permasalahan, jika melihat sumber dari persoalan adalah dari lawan konflik kita.
c.              Saling menjatuhkan, Ini salah satu akibat paling nyata dari konflik yang terjadi diantara sesama orang di dalam suatu agama, akan selalu muncul tindakaan ataupun upaya untuk saling menjatuhkan satu sama lain dan membuat kesan lawan masing-masing rendah dan penuh dengan masalah.

Menurut penyampaian pemateri, untuk mengantisipasi konflik-konflik antar umat beragama penyelesaian tidak bisa dilakukan ditataran paling atas atau pimpinan antar umat beragama doanh, namun dibutuhkan juga keaktifan tokoh-tokoh agama setempat terutama pada tataran daerah setingkat Kabupaten atau Kota sebagai peredam atau menetralisir konflik antar umat beragama atau yang lebih dikenal dengan FKUB (Forum Kerukunan Antar Umat Bearagama). Untuk lebih jelasnya berikut tugas dan fungsi dari FKUB ini;
a.         Melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat;
b.         Menampung aspirasi Ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat;
c.          Menyalurkan aspirasi Ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk ”rekomendasi” sebagai bahan kebijakan bupati/walikota;
d.         Melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan dengan kerukuanan umat  beragama dan pemberdayaan masyarakat
e.         Memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadat. (FKUB KABUPATEN / KOTA).

Namun dalam pelaksanaan lembaga FKUB ini terkadang mengalami permasalahan, masalah-masalah inilah yang menyebabkan timbulnya kelemahan pada lembaga ini, berikut beberapa kelemahan dan kekurangan FKUB;
a.              FKUB dalam realitas lebih banyak berkutat dalam persoalan pendirian rumah ibadah. (Pasal 9)
b.              FKUB hanya ada di tingkat Provinsi dan Kabupaten / Kota. (Pasal 8)
c.               FKUB beranggotakan pemuka agama setempat, sehingga tokoh pemuda pimpinan organisasi sosial keagamaan kurang terakomodir. (Pasal 10).


Dengan adanya kelemahan ataupun kekurangan FKUB maka inilah yang menjadi peluang pemuda antar umat beragama untuk mengaktualisasikan dirinya dalam membangun forum-forum kerukunan antar umat beragama demi mewujudkan ke-Bhineka Tunggal Ika-an  bangsa Indonesia. Forum ini bisa berbentuk forum komunikasi pemuda lintas agama dengan tujuan sebagai wadah non formal untuk bertukar informasi antar organisasi pemuda lintas agama di Jakarta, dan akan menciptakan kebersamaan dan keakraban antar beragam organisasi sosial keagmaan di Indonesia

Materi ini disampaikan oleh Sahat Dohar Manulang (Mantan Ketum GMKI DKI Jakarta) pada seminar kerukunan antar ummat beragama pada bulan November tahun 2014 lalu.

MEMBANGUN SISI KARAKTER HUMANISME BERAGAMA

Konsep dasar Humanisme adalah memanusiakan manusia, yaitu memaknai sebuah perbedaan menjadi suatu keindahan yang hakiki, apalagi bangsa ini terdiri dari beragam suku, etnis, agama, budaya, dan masih banyak lainnya tergabung menjadi satu, yaitu NKRI. Disamping itu juga dalam sebuah perbedaan itu terdapat suatu keunikan yaitu adanya rasa saling membutuhkan, satu sama lain dan saling memahami keyakinan kita, dan hari ini terbukti dalam kegiatan forum peningkatan kerukunan antar umat beragama dan disatukan dalam Indonesia.
Lebih lanjut lagi pemateri memaparkan beberapa landasan dasar tentang Humanisme dari beberapa Agama yang diakui oleh negara kita, untuk lebih jelasnya bisa diperhatikan dibwah ini;
1.         Islam, “Tidak ada salah satu dari Anda adalah percaya sampai ia menginginkan untuk saudaranya apa yang ia inginkan untuk dirinya sendiri.
2.         Hindu, “Ini adalah jumlah tugas; lakukan sia-sia ke orang lain apa yang Anda tidak ingin mereka lakukan kepadamu. (Mahabharata 5,1517)
3.         Kristen, “Semua hal apapun kau ingin orang harus lakukan untuk Anda, lakukan kamu begitu mereka; untuk ini adalah hukum dan para nabi. (Matius 7: 1)”
4.         Konghucu, “Jangan lakukan kepada orang lain apa yang Anda tidak ingin sendiri. Maka tidak akan ada kebencian terhadap Anda, baik dalam keluarga maupun di negara (Analects 12:2)”
5.         Budha, “Menyakiti orang lain tidak dengan cara yang Anda sendiri akan menemukan menyakitkan. (Udana-Varga 5,1)”
6.         Katolik, “Apa yang benci kepada Anda, jangan lakukan untuk sesama Anda. Ini adalah seluruh Hukum; sisanya adalah komentar. (Talmud, Shabbat 3id)”
Dalam diskusi yang berlangsung selama satu jam tersebut, para peserta kegiatan sangat antusias mengikuti pemaparan materi yang terkait dengan “membangun sisi karakter humanisme beragama hal ini terlihat dari wajah antusiasme peserta pada saat mengajukan pertanyaan. Berikut beberapa pertanyaan yang diajukan oleh peserta.


1.         Sutrisna (HMI Jakarta Raya)
Diawal mengatakan bahwa konghucu dibela oleh muslim, namun kondisi ini kontradiktif dengan apa yang saya liat ketika beberapa tahun yang lalu tinggal di Belitung yang notabennya banyak keturunan Tionghoa, lalu selama ini apa kontribusi penganut agama Konghucu terhadap agama lain?
Jawab;
Terima kasih masukannya saudara Sutrisna, ini memang luar biasa pertanyaannya karena terkait dengan kehidupan sehari-hari kami, baiklah saya akui memang benar apa yang anda lihat itu, dan dari beberapa tahun kedepan ini kami selalu berusaha berbuat baik bagi masyarakat sekitar, misalnya mengundang tokoh-tokoh agama seperti muslim berbuka puasa, dan lain sebagainya. Bahkan sahur bareng pun pernah, dan untuk kedepannya toleransi ini tetap menjadi prioritas untuk menjadi Indonesia yang kuat. Sedangkan dari beberapa acara yang pernah kami lakukan dengan
tokoh-tokoh antar umat beragama adalah melakukan “Dialog Antar Agama PBNUPeduli Lingkungan HidupBersama Prince Charles”, The Fifth Annual Regional Interfaith Dialogue, Refleksi Akhir Tahun 2011 PBNU, dan lain sebagainya.
2.         Kholik Ferdiansyah (BKM UNINDRA PGRI)
Saya sangat tertarik sekali dengan pengalaman yang abang miliki dan tertarik juga dengan keilmuan yang abang pernah tempuh di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada abang bahwa yang menjadi pertanyaan saya dalah kira-kira menurut abang bagaimana abang melihat dan menilai Agama tersebut serta kelemahannya seperti apa?
Jawab;
Meskipun saya mengambil ilmu perbandingan agama, dengan rasa hormat juga saya tidak akan menilai agama-agama di Indonesia ini, semua agama baik yang menyebabkan kurang baik adalah oknumnya saja.  Saya akan mencoba menafsirkan sedikit pada agama yang saya anu saat ini, misalnya dalam beribadah saya orang yang sangat kritis terhadap cara beribadah yang dicampuradukkan dengan tradisi. Begitupula dengan agama anda yaitu ketika zaman nabi muhammad tidak ada zikiran 7 hari kematian, mukul bedug saat mau sholat dan lain sebagainya. Kalau bisa saya bilang “saya adalah orang JILnya agama Konghucu” sambil tertawa dan suara riuh tepuk tangan peserta.



Materi ini pernah disampaikan oleh saudara Kris Tan (Ketum DPP Generasi Pemuda konghucu) dalam diskusi kajian “Kerukunan Antar Umat Beragama” pada bulan November tahun 2014.

"EMBUNG MONTE", MANFAAT DAN PENGELOLAAN IDEALNYA

Mendengar istilah “Embung” mungkin agak asing di pendengaran anda, karena istilah ini kalah tenar dengan beberapa istilah lain dalam dunia pengairan seperti waduk, bendungan, dan lain sebagainya. Secara umum “Embung” diartikan sebagai kolam penampung kelebihan debit air hujan dan air hasil tampungan ini bisa dimanfaatkan saat musim hujan surut alias musim kemarau. Sarana seperti ini sangat cocok bagi daerah kawasan-kawasan sekitaran Sakra baik Barat, Tengah, dan Timur hingga ke berbagai kawasan yang masuk dalam poros Lombok bagian Selatan, kawasan-kawasan ini dikenal dengan daerah yang memiliki sumber air yang minim bila dibandingkan dengan kawasan Aikmel, Labuhan Haji, Pringgesela, dan beberapa daerah subur kawasan Lombok Timur lainnya.  

Embung merupakan salah satu sarana yang sangat penting bagi lingkungan pertanian sekitaran kawasan Lombok Timur bagian selatan, termasuk kawasan administratif Desa Surabaya maupun Desa Surabaya Utara. Sarana semacam ini sangat cocok untuk menanggulangi kekurangan air saat musim kemarau tiba, dii kawasan Surabaya termasuk Surabaya Utara sendiri terdapat sebuah penampungan air hujan yang lumayan besar yaitu sekitar 1,50 Ha (hektar), penampungan air ini oleh masyarakat setempat dikenal dengan “Embung Monte”.


Menurut masyarakat setempat keberadaan Embung ini terbilang cukup lama karena pemanfaatannya hingga berpuluh-puluh tahun dan mampu mengairi lahan persawahan masyrakat sekitar hingga 18 Ha (hektar) . Keberadaan “Embung Monte” ini dulunya terdapat di daerah kawasan administratif Desa Surabaya, Kecamatan Sakra Timur, Kabupaten Lombok Timur, NTB, namun beberapa tahun yang lalu, desa ini mekar menjadi dua wilayah yaitu Desa Surabaya dan Desa Surabaya Utara. Dengan keberadaan Embung Monte ini, sangat membantu warga dua desa kawasan Kecamatan Sakra Timur, yaitu wilayah Desa Surabaya maupun wilayah Desa Surabaya Utara yang notabenenya bermatapencaharian sebagai petani. Lebih lanjut lagi menurut tokoh pemuda setempat yang tidak mau disebutkan namanya, sarana irigasi semacam ini sangat penting untuk membantu pemerintah dalam upaya pencegahan urbanisasi dari desa ke kota. Disamping itu juga manfaat lain yang sudah dirasakan oleh masyarakat setempat dengan keberadaaan “Embung Monte” ini adalah adanya peningkatan produktivitas produksi masyarakat dalam mengelola lahan pertanian yang dimilikinya, baik saat musim tanam padi maupun tanam tembakau.
Lalu bagaimanakah pengelolaan ideal dari “Embung Monte” ini?? pertanyaan ini memang mendasar dan sangat mudah untuk dijawab namun jika dikaji lebih lanjut maka akan membutuhkan waktu yang lama untuk membahasnya. Agar supaya masyarakat tidak merasa terbebani dengan pertanyaan ini maka pertanyaan ini pernah dilontarkan dalam sebuah kajian kecil-kecilan pada sebuah forum pemuda setempat yang dimana hasil kajian tersebut sedikit memberikan pencerahan waktu itu. Adapun hasil kajian dimaksud adalah tata pengelolaan “Embung Monte” yang sedikit agak profesional, misalnya dalam memanfaatkannya sebagai tempat wisata ataupun tempat pemancingan umum yang berbayar. Dengan memanfaatkan “Embung Monte” ini secara demikian bukan tidak mungkin akan memberikan pemasukan pendapatan bagi daerah setempat dan jelas sekali dengan adanya pemasukan pendapatan tersebut tentunya akan sedikit mengurangi jumlah pengangguran terdidik pada daerah. Ide gagasan sebagai tempat wisata ataupun tempat pemancingan umum berbayar yang dimaksud tersbut tidak akan berhasil jikalau tidak ada peranan pemerintah, baik setempat,  daerah, pusat dan warga sekitar. Oleh sebab itu maka dibutuhkan sekali kerjasama berbagai elemen dasar  yang telah disebutkan tadi.
Kedua, Jangan hilangkan kewenangan masyarakat untuk mengembangkan pertaniannya, bukankah akan semakin lebih baik jika pariswisata dan pertanian ini dikembangkan secara bersama-sama.

Salam Maju Untuk Selapuk Batur Tiang....

Jumat, 26 Desember 2014

MEMPERKUAT IDENTITAS KEINDONESIAAN YANG MAJEMUK (BHINEKA TUNGGAL IKA)

Selamat Pagi!!!
Assalamualaikum Warohmatullah Wabarokaatuh..
Meskipun hari menunjukkan malam bukan berarti saudara sekalian lemah dan tak bersemangat mengikuti kegiatan ini. Pagi merupakan pancaran semangat yang selalu mengebu-gebu dan penuh gairah oleh siapapun, termasuk anda saat ini. Terima kasih saya ucapkan kepada  pemateri “Abang Erwin H Al Jakartaty” dan para hadirin tamu undangan sekaligus peserta kegiatan ini karena sampai malam ini saudara sekalian masih bersemangat mengikuti kegiatan ini.  Sebelum pemaparan materi dimulai saya sebagai moderator terlebih dahulu memperkenalkan pemateri yang akan mengisi materi mengenai “Memperkuat Identitas Keindonesiaan Yang Majemuk (Bhineka Tunggal Ika). Beliau ini adalah Wakil Komandan Menwa Seluruh Indonesia, lahir di Jakarta tepatnya di tahun 1970 lalu.
Beberapa menit kemudian moderator mempersilahkan pemateri menyampaikan materinya kepada para audiens.
Moderator:
Tanpa mengurangi rasa hormat saya sebagai moderator dan keterbatasan waktu maka saya persilahkan “Abang Erwin” memaparkan materinya..
Pemuda...!!!!
Maju....
Siapa kita???!!!!
Indonesia,..
Begitulah interaksi pertama pemateri dengan para peserta kegiatan dan selanjutnya pemateri menjelaskan materinya.
2045 digadang-gadang sebagai masa emas Indonesia, namun masa emas itu adalah mimpi jikalau pemuda masih berleha-leha tidak mempersiapkan dirinya. Untuk itu dalam kesempatan kali ini rasanya tepat sekali abang berbicara mengenai kemajemukan negara kita, karena keanekaragaaman adalah salah satu ciri khas negara kita yang disatukan dalam Bhineka Tunggal Ika. Sebelum masuk ke materi inti tentunya hal yang paling mendasar dipahami oleh setiap masyarakat terutama pemuda adalah tentang simbol Negaranya. Setiap negara didunia ini memiliki simbol tersendiri tak terkecuali Indonesia yang dikenal dengan kemajemukannya ini, karena peranan simbol terhadap sebuah negara sangat urgent bagi peletak dasar nasionalisme dan patriotisme pemuda.  Lalu apakah kalian tau simbol-simbol kenegaran kita, ada yang tau??? Kalo tidak ada yang menjawab kita langsung saja menyimak materi yang saya sampaikan ini. Simbol kenegaraan Negara terbagi menjadi 4 bagian, yaitu;
1.         Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih (Pasal 35 UUD ’45)
2.         Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia (Pasal 36 UUD ’45)
3.         Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika (Pasal 36A UUD ’45)
4.         Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya (Pasal 36B UUD ’45)
Selanjutnya Indonesia dikenal sebagai bangsa yang sangat plural, baik dari segi suku bangsa, etnis, tradisi, bahasa dan juga agama. Disamping itu juga  Indonesia dikenal dan diklaim sebagai bangsa yang sopan, ramah, dan toleran. Karena keberagaman yang ada di Indonesia tidak “banyak” memunculkan konflik, kalaupun ada intensitasnya tidak begitu tinggi sehingga Indonesia tidak mendapat label “negri konflik”. Hal ini disebabkan toleransi menjadi bagian dari kehidupan bangsa Indonesia. Lalu dengan adanya toleransi dan pluralisme ini menjadi salah satu bagian terpenting dari Identitas Nasional suatu bangsa yang majemuk ini.
Identitas Nasional adalah Identitas bangsa yang menunjukkan ungkapan nilai-nilai budaya suatu bangsa yang bersifat khas dan membedakannya dengan bangsa yang lain.Kekhasan yang melekat pada suatu bangsa banyak dikaitkan dengan sebutan “Identitas Nasional“. Bentuk identitas Nasional tersebut adalah; 1). Bahasa Nasional adalah Bahasa Indonesia  sebagai bahasa  persatuan, 2) Bendera negara adalah Sang Merah Putih, 3). Lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya, dan 4). Lambang negara adalah Garuda Pancasila.
Pemaparan pemateri selanjutnya adalah mengenai unsur pembentuk identitas nasional dan pelaksanaan unsur tersebut pada saat ini, mengenai unsur pembentuk identitas nasional bagi pemuda bisa saja melalui sejarah, kebudayaan, suku bangsa, agama, dan bahasa yang ada di negara Indonesia tercinta ini. Sedangkan mengenai pelaksanaan unsur identitas nasional tersebut  tercermin dalam berbagai penataan kehidupan misalnya dalam Pembukaan, UUD, sistem pemerintahan, nilai nilai etik, moral, tradisi, mitos dan ideologi yang secara normatif diterapkan dalam pergaulan baik tataran nasional-internasional, Kedua, yaitu Nilai budaya yang tercermin dalam identitas nasional bukan barang jadi yang sudah selesai “mandheg” dalam kebekuan normatif dan dogmatis, nilai-nilai tersebut “terbuka” dan cenderung terus menerus bersemi sejalan dengan hasrat menuju kemajuan yang dimiliki masyarakat. Bentuk ketiga, yaitu Konsekuensi dan Implikasinya yang bersifat terbuka, dinamis dan dialektis untuk ditafsir dengan diberi makna baru sehinggatetap relevan dan fungsional dalam kondisi aktual yang terus berkembang di masyarakat.
Mengenai peranan pemuda dalam memperkuat identitas nasional adalah tentunya diharapkan sebagai pemimpin yang mampu memahami tentang ke-indonesia-an yang mencakup keunggulan, kelemahan, potensi, dan tantangan negara ini di masa yang akan datang.   Untuk menjawab harapan tersebut maka hendaklah dari sekarang pemuda bangsa ini menilai dan menjunjung nilai kebersamaan tanpa ada sekatan, baik dalam etnis, agama, suku bangsa dan sebagainya karena Indonesia adalah proyek bersama yang belum selesai, yang merupakan tugas kaum muda untuk membuka jalan baru bagi pemaknaan keindonesiaan mutakhir agar Indonesia tetap eksis dan aktual.
Dalam diskusi yang berlangsung selama satu jam tersebut, para audien peserta kegiatan “Sosialisasi Peningkatan Kerukunan dan Toleransi Keyakinan Antar Umat Beragama Bagi Pemuda Jakarta” sangat antusias mengikuti pemaparan materi dari Wadan Menwa Indonesia, Erwin H Al Jakartaty, M. Si. antusiasme peserta tersebut terlihat dari beberapa interaksi yang dilakukan oleh pemateri dengan peserta dan beberapa pertanyaan yang diajukan oleh peserta. Berikut beberapa pertanyaan yang diajukan oleh peserta;
1.        Iman (Perwakilan Muhamadiyah Jakarta)
Indonesia dikenal sebagai Negara yang selalu menjunjung budaya ketimuran, dimana budaya ketimuran tersebut adalah mengedepankan sopan santun, ramah dan toleran terhadap sesama makhluk tuhan lainnya. Jika dikaitkan dengan realita sekarang, identitas yang melekat pada Negara kita mulai hilang. Lalu menurut anda apa penyebab identitas tersebut hilang? Apakah dalam hal Pendidikan? Lalu mengapa demikian??
Jawab;
Benar apa yang anda sebutkan mas Iman tadi, bahwa saat ini masyarakat terutama pemuda bangsa ini sudah mulai meninggalkan nilai-nilai budayanya, jika dibiarkan maka kondisi ini akan berbahaya bagi persatuan dan kesatuan NKRI kita. Untuk itu saudara sekalian yang berada dalam forum ini diharapkan keaktifannya membendung permaslahan ini dengan mengkampanyekan kembali budaya-budaya yang menjadi ciri khas bangsa kita, misalnya mencium tangan kedua ortu saat, saling bertegur sapa (baik terhadap sesama ataupun antar umat beragama), membiasakn menggunakan tangan kanan, membudayakan gotong royong, dan selalu bermusyawarah dalam memutuskan sebuah masalah.
2.        Fizi Widodo (Perwakilan Badan Koordinasi Mahasiswa Unindra PGRI)
Salah satu identitas nasional Indonesia adalah adanya toleransi yang tinggi, namun untuk akhir-akhir ini toleransi terhadap sesama, agama lain, ataupun sebagainya mengalami kemunduran sehingga kemunduran ini menyebabkan disharmonisasi (perpecahan) pada masyarakat, lalu bagamaina tanggapan abang terhadap kondisi tersebut dan bagaimana langkah-langkah selanjutnya mengantisipasi  disharmonisasi tersebut?
Jawab;
Diawal diakatakan bahwa toleransi adalah sikap dan perbuatan yang melarang adanya sikaf diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau minoritas dalam sebuah kelompok mayoritas dalam suatu negara. Terkait dengan pertanyaan diatas maka salah satu yang paling ditekankan untuk permaslahan ini adalah dengan mengedepankan rasa persaudaraan kita terhadap sesama ciptaan tuhan, namun jikalau dengan kita menghormatinya kelompok lain tersebut tetap saja menyakiti anda maka tak sepantasnya melawannya dengan kekerasan. Nabi pun begitu meskipun diejek dan bahkan dilempar dengan batu oleh kaum quraisy, beliau tetap saja mendoakan dan memaafkannya. Sabar bukan berarti anda lemah yang tidak mampu melawan, melainkan sebagai kekuatan anda untuk menaklukkan mereka dengan kebaikan. Oleh sebab itu langkah yang tepat untuk mengantisipasi disharmonisasi bagi pemuda itu adalah dengan selalu terbuka atau membuka diri terhadap penganut agama lain, intinya kedepankan rasa persaudaraan terhadap sesama makhluk tuhan dan tunjukkan sikap toleransi tersebut kepada orang lain supaya mereka sadar makna perbedaan tersebut.

3.        Ni Putu Diah Cahyani (Perwakilan KMHDI)
Pluralisme mulai dikenalkan oleh salah satu tokoh NU yang pernah menjabat sebagai Presiden RI, Almarhum KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).  Pluralisme adalah interaksi beberapa kelompok (agama) yang menunjukkan rasa saling menghormati dan tolerasi yang tinggi terhadap kelompok lain (Agama), namun beberapa waktu yang lalu pluralisme jauh berbeda dari kondisi yang kami alami ketika mengurus pendirian rumah ibadah (pure) ditolak masyarakat sekitar. Lalu  sejauh mana relevansi Bhinneka Tunggal Ika di Indonesia? Sejauh mana sosialisasi-sosialisai tentang pluralisme ini ke masyrakat?
Jawab;

Pertanyaan yang luar biasa dari saudara Diah, untuk pertanyaan mengenai tata cara pembangunan rumah ibadah coba anda buka UU mengenai peraturan bersama menteri Agama dan Kemdagri No. 8 dan 9 Tahun 2006. Menurut saya, mungkin saja mengenai permasalahan dalam membangun rumah ibadah (pure) tersebut berada pada sekitaran masyarakat yang fanatik akan agamanya, sehingga tidak mendapat toleransi dari masyarakat setempat. Juga bisa saja terjadi karena kekurangpahaman masyarakt terhadap agama-agama samawi dan agama ardi. Untuk itu sebaiknya bangunlah rumah ibadah pada lokasinya tepat yang tidak menyalahi aturan dan tidak menyakiti masyarakat. Mengenai sosialisasi sebenarnya seringkali diadakan pemerintah dengan tujuan untuk menjunjung tinggi nilai kebersamaan, namun hanya saja sosialisasi tentang UU tersebut hanya untuk kalangan bawah.

Materi ini merupakan hasil diskusi dari pemaparan materi oleh;  Erwin H Al Jakartaty, M. Si (Wakil Komandan Nasional MENWA Indonesia) Moderator; Nanda Rizka Saputri (Perwakilan KMHDI